Selasa, 22 Juni 2010

PENTINGNYA PRESTASI BAGI AKTIVIS DAKWAH

izinkan ana share tentang sebuah tulisan yang bagus

(Oleh : Syahroni) Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB (2006)

Mengapa indeks prestasi begitu penting bagi aktivis dakwah dan mengapa IPK yang jadi standar tidak hanya banyaknya hafalan, atau aktivitas lainya seperti organisasi di kampus? Begini sahabat sekalian! Tentu sahabat masih ingat dengan certa mengenai nabi-nabi terdahulu yang masih lekat dalam ingatan kita. Kita ambil saja tiga contoh nabi yaitu nabi Musa a.s., nabi Daud a.s., dan nabi Isa a.s. Allah telah mengajarkan kita dalam berdakwah kepada manusia melalui cerita-cerita para nabi baik dari metode maupun penderitaan yang dialami. Allah memberikan mukjizat kepada para nabi yang menjadi senjata pusaka dalam meyakinkan umatnya bahwa mereka adalah nabi utusan Allah sehingga umatnya mau mengikuti jalannya.

Mukjizat nabi Musa berupa tongkat yang dapat menjadi ular, karena ketika dizamannya banyak para penyihir yang mampu mengubah tali-tali kecil menjadi ular-ular, sedangkan nabi Musa melempar tongkatnya kemudian menjadi ular yang besar sehingga memakan ular-ular yang kecil. Para penyihir itupun kalah sehingga kehebatan nabi Musa diakui oleh kaumnya sebagai nabi. Cerita tentang nabi Daud adalah tentang kemampuannya dalam melunakkan logam besi hanya dengan menggunakan tangan tanpa alat apapun. Logam besi adalah teknologi termaju dizamannya ketika itu. Banyak kaum nabi daud yang bekerja sebagai pandai besi membuat berbagai peralatan dengannya. Kaum nabi Daud mengolah logam dengan cara memanaskan lalu ditempa dengan logam lain, akan tetapi nabi Daud melunakkan logam yang keras tersebut hanya dengan manggunakan tangan. Hal ini menjadi mukjizat untuk meyakinkan kaumnya bahwa nabi Daud adalah Nabi. Sehingga menjadi pengaruh kuat bagi kaumnya. Begitu juga dengan kisah nabi Isa a.s yang mampu menyembuhkan penyakit, karena ketika itu banyak dari kaum nabi Isa yang berprofesi sebagai tabib dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Melalui pelajaran diatas dapat kita ambil hikmah tentang mukjizat nabi-nabi yang menjadi wasilah dalam syiar kepada ummatnya yang dicerminkan kepada kita sebagai da’i yang menyerukan dakwah. Bagaimana mungkin mukjizat yang seperti para nabi bisa kita lakukan? Ya memang benar mukjizat hanya datang kepada para nabi Allah sedangkan manusia biasa tidak memiliki mukjizat dari Allah swt. Akan tetapi Allah memberikan karomah kepada hamba-hambanya yang sholeh sebagai karunia yang menjadi manfaat untuk syiar kepada masyarakat. Hal inilah yang harus kita cari untuk dijadikan modal besar dalam berdakwah di lingkungan kita.

Sebagaimana tergambar pada kisah-kisah diatas, kitapun memiliki lingkungan/medan dakwah tersendiri yaitu kampus. Lingkungan ini berisi orang-orang pandai yang memiliki intelektualitas tinggi dan logis. Objek dakwah di lingkungan ini adalah pertama diri kita, mahasiswa, dosen dan staf yang ada di kampus. Dua kalangan elit yang berperan besar dalam kehidupan di kampus adalah dosen dan mahaiswa. Mereka adalah kaum yang sangat bercirikan akademis dan rata-rata sangat interest atau memiliki kesukaan pada prestasi akademis. Dimata mereka orang yang dianggap hebat adalah mereka yang memiliki prestasi akademis yang sangat brilliant dan mampu memecahkan persoala secara ilmiah.

Nah kawan!! Sudah jelas objek dakwah dihadapan kita adalah orang-orang yang logis, mencintai prestasi, sistematis, dan memiliki kecenderungan memandang orang dari strata intektualitasnya, maka karomah yang harus kita gapai adalah prestasi bidang akademik yang baik di lingkungan mahasiswa dan dosen. Kita sebagai aktivis dakwah tentunya akan lebih sulit mendakwahi objek dakwah kita di kampus jika IPK kita jeblok apalgi sampai Drop Out. Akan lebih berat buat kita mendakwahi mahasiswa yang senang dengan karya tulis sedang kita berat untuk melakukannya. Begitu juga di kelas kita, akan dipandang rendah kita para aktivis dakwah jika tidak tampil sebagai orang yang berada di kalangan high clas academic record. Karena dalam sejarah para nabi, sahabat, dan alim ulama berdakwah memiliki prestasi untuk dijadikan kekuatan dalam syiarnya.

Maka prestasi itu menjadi sangat penting sebagai bagian dari dakwah di lingkungan kampus. Tentu kita tidak ingin menjadi bagian dari orang yang sulit berpretasi yang jangankan prestasi kompetisi yang lagi ngetren di kalangan mahasiswa atau jadi mahasiswa berprestasi yang di agung-agungkan di kampusnya, lha wong laporan kuliah aja keteteran. Kadang telat, kadang gak ngumpulin, kadang juga gak tahu kalau ada laporan. Gimana mau berdakwah di kalangan mahasiswa, tentu kita akan malu. Setelah itu berat untuk mengajak karena orang lain takut akademiknya hancur seperti kita, apalagi sampai keluar kata-kata dari orang yang tidak mau diajak, “eh jangan mau ikutan si ini,si itu. Lohat aja apa kamu mau IPK-mu hancur dan lulus lama gara-gara aktif kaya si fulan”. Tentu bukan ini yang kita harapkan meski kadang tuntutan dakwah tidak bias dihindari. Artinya kita harus terus memperbaiki diri dan system yang kita jalankan.

Ada juga diantara aktivis dakwah yang berdalih “af1 akh, af1 ukh, IPK ana kecil karena ana sibuk, banyak amanah, gak sempet belajar, gak punya bahan atau lain sebagainya”. Jangan sampai itu semua menjadi alasan bagi kita untuk membenarkan bahwa kecilnya IPK kita adalah amanah dakwah. Seorang ustad yang pernah menyusun trilogi dakwah kampus (Da’wi, Ilmi dan Siyasi) mengatakan bahwa semua itu terjadi karena kurangnya kedisiplinan dari kader dalam mengatur urusannya. Sehingga kurang kesungguhannya dalam berkomitmen pada tiga hal yang mendasari dakwah kampus.

Namun disisi lain ada pula aktivis yang bedalih tidak ikut syuro, izin liqo karena alasan laporan, tugas kuliah dan lain sebagainya yang memang disengaja dan tidak syar’i. Sehingga saking ilmi-nya susah diajak berdakwah (kebablasan). Saat diminta membina mahasiswa adek tingkatnya beralasan benyak bahwa ia sibuk ini dan itu yang berkaitan dengan kuliah dan laporan serta prestasinya. Hal ini tidak pula dibenarkan, karena membina generasi merupakan bagian dari keberlanjutan dakwah. Ustad Rahmat Abdullah menyampaikan bahwa kita tidak boleh menjadi orang yang memutus rantai dakwah ini karena tidak mau membina generasi.

Demikianlah sahabat tausiyah yang singkat dan mungkin menyakiti perasaan sahabat kala membacanya. Diantara kita pasti ada yang memandang tulisan ini bagai pisau yang mengorek-orek luka hati, atau ada yang memandangnya sebagai pahitnya pil kina yang menyembuhkan malaria dakwah yang telah lama membuat demam dan sakit-sakitan. Akan tetapi tujuan dari penulis akan artikel ini tidak lain adalah untuk kebaikan kita semua.

Burung elang sayapnya patah

Tak bisa terbang seolah kan mati

Pastilah ada kataku yang salah

Mohon dimaaf sepeNuh hati



Syahroni


al-faqir
fariz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar