Minggu, 15 Februari 2009

cerpen- diary cinta amalia

BY : @y!d


31 agustus 2004

Dear diary.
Ini adalah hari ke tujuh yanti sahabat karibku, berada di tempat pembaringan yang panjang alias meninggal. Sedih rasanya bagiku harus kehilangan seorang sahabat seperti dia. Walaupu kami berbeda agama, tapi kami selalu akur dan kompak saja. Satu permintaannya yang sampai saat ini terus merasuki lorong – lorong hatiku, dan aku tak tahu apakah aku harus melakukannya, aku bingung dan tidak tahu harus berbuat apa..
“ Masuklah ke Agamaku, Mel.. ! kamu akan merasakan kedamaian dan ketentraman yang ku yakin tak pernah kau rasakan selama ini. Kau sahabat terbaikku, Mel.. aku tak ingin hanya bisa berjumpa denganmu di dunia saja, tapi juga di sana nantinya..“ pinta yanti sebelum ia mengucapkan syahadat lalu pergi meninggalkanku untuk selamanya.


6 september 2004

Langit mulai tampak gelap, burung – burung berterbangan di langit biru untuk kembali ke sarangnya. Sementara itu di teras depan rumah biru itu, tampak seorang anak remaja muda, berkulit putih, dengan rambut sebahu yang terurai lurus dan berparas cantik., sedang duduk di atas kursi kayu coklat itu. Tampak jelas dari paras wajahnya, tampak ia sedang gelisah sambil melirik ke jarum jam tangan yang di kenakannya.
“ Mengapa sore ini, suara azan magribnya lama kali ya…? atau akukah yang telalu cepat duduk di sini tuk menunggu azan itu “ tanya bathinku.
Allahu Akbar.. Allahu Akbar… Terdengar suara azan bersahutan dari meunasah gampong sebelah desa dan juga dari mesjid yang tak begitu jauh dari rumahku. Para jamaah salat magrib pun mulai tampak menyusuri jalan di depan rumahku. Mengenakan topi hitam tak berteras, atau kopiah mereka menyebutnya terlihat para pemuda dan orang tua kampung mulai berjalan beriringan menuju mesjid.
Sementara itu, teman – teman putriku juga menuju mesjid dengan mengenakan kain putih lebar yang membungkus seluruh tubuhnya, Telkoum mereka menyebutnya, atau mukena lebih tepatnya begitu kata kakak letingku, Jannatul namanya ketika aku tanya suatu ketika kepadanya di sekolah.
“ Aku heran mengapa hatiku selalu bergetar bila mendengar suara itu, walau ku tak tahu apa arti dan tujuannya. Ingin rasanya ku mengikuti jejak ayahku, untuk bergabung bersama muslim untuk beribadah kepada Tuhan mereka, yang kononku yakini lebih baik dari Tuhanku. Namun, aku masih belum yakin untuk melakukannya“ bisik bathinku.

12 september 2004

Dear diary
Keyakinanku semakin goyah terasa, apalagi setelah ku mendengar rethorika darinya, ustadz Fariz mereka memanggilnya. Walau ku yakin umurnya tak jauh berbeda dariku, dan lebih pantas ku panggil abang. Penjelasannya tadi sangat dapatku terima dengan akal sehat. Tentang Tuhan mereka, Allah mereka menyebutnya. Yang Maha Esa, tak ada Tuhan selain-Nya. Dan tak ada tempat yang pantas untuk kita berharap selain pada-Nya.
Sungguh sangatku yakini, bahwa tak mungkin Tuhan itu memiliki anak, dan bagaimana mungkin ia membiarkan anak-Nya, dianiaya oleh makhluk – Nya dan disalib begitu saja. Fakta membuktikan, jangankan Tuhan, mungkin orang tua atau kita saja marah kalau anak kita di sakiti, apalagi di aniaya.
“ Ayah...coba terangkan kepadaku tentang Tuhanmu yang baru, dimanakah Ia, bagaimana bentuk atau wujudNya, dan bagaimana caranya untuk mempercayaiNya, ayah ? “ tanyaku pada ayah ketika beliau pulang dari mesjid.
“ prak.. “ sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.
“ Apa – apaan ayah ini, masa anak bertanya baik – baik, ko’ malah di tampar begitu keras. Apakah itu yang di ajarkan oleh agama barumu itu. Katanya mengajarkan kedamaian dan menjunjung kasih sayang ?“ belaku ketika ayah menamparku tadi.
“ Maafkan ayah buah hatiku.. tapi itulah jawaban dari semua pertanyaan kau tadi” jawab ayah dengan mata berkaca – kaca.
“ Maksud ayah.. ? “ tanyaku heran.
“ Amel.. bukankah tadi kau bertanya..dimanakah Ia, bagaimana bentukNya, dan bagaimana caraNya untuk mempercayaiNya, bukan ?” Tanya ayah padaku balik.
“ Iya benar..tapi maksud Ayah apa ?Apakah ini yang diperintahkan oleh agama baru ayah yang katanya penuh dengan perdamaian dan kasih sayang ? tanyaku dengan penuh keheranan.
“ Baik sekarang tolong dengarkan ayah… ketika ayah tampar pipimu apa yang Amel rasakan ? “tanya ayah.
“ Saa…kit “ jawabku perlahan tapi pasti.
“ Dapatkah kau tunjukkan di mana rasa sakit itu ? bagaimana bentuk rasa sakit itu? terus bagaimana cara Amel meyakini bahwa yang kau rasakan itu adalah rasa sakit?“ tanya ayah. Aku diam seribu bahasa karena tak bisa menjawab pertanyaan ayah tadi dan tanpa menunggu lagi, ayah pun berkata
“ Itulah jawaban dari pertanyaan kamu tadi. Allah itu tak dapat ayah katakan di mana posisi-Nya, tapi yang pasti ia selalu berada di hati ayah. Sementara bentuk atau wujud-Nya, tak ada satu makhluk pun yang tahu dan punya ilmu tentang dzatNya. Pastinya bentuk-Nya tak sama dengan semua makhluq-Nya. Terus bagaimana ayah meyakini itu sebagai tuhan? Tanyaku balik. Ya.. seperti rasa sakit yang kau rasakan tadi, walaupun bentuk atau wujud-Nya ayah tak tahu, tapi kehadiran-Nya dapat ayah rasakan dengan pasti di sanubari ayah.
Hal ini dapat ayah rasakan ketika ayah mengingat-Nya, tak seperti apa yang ayah rasakan dulu ketika sebelum memeluk agama ini. Bagaimana, apakah kau mengerti ? silakan kau cerna lagi jawaban ayah tadi. Sekali lagi maafkan ayah atas ksikap ayah tadi ya buah hatiku... andaikan engkau tidak rela, ayah bersedia menerima balasan yang setimpal darimu“ kata ayah sambil mencium keningku dan berlalu dari hadapanku.

18 september 2004
Aku tak mengerti
Terhadap diriku kini
Ada apa dengan diriku
Dan dengan semua sikapku
Aneh..
Sungguh aneh rasanya bagiku
Tak mengenal siapa diriku
Mengapa ku seperti ini
Siapa ….
Siapakah yang sebenarnya salah
Aku atau merekakah yang salah
Ataukah tak ada yang salah
Bingung..
Aku bingung dengan semua ini
Mengapa aku menangis hanya karena ini
Kemana kini diriku yang dulu
Ku tak mengerti
Mengapa api itu bisa membesar
Padahal ia di siram oleh air embun
Tanpa ada sedikit minyak pun yang tercampur
Kemanakah diriku yang dulu
Yang mampu tersenyum dan tertawa
Walaupun badai masalah melandaku
Kemana.. kemanakah ia kini..
Di mana jawabnya kan ku temui
Mengapa ini bisa terjadi
Berilah petunjuk-Mu Tuhan

Itulah yang kini ku alami.. aku bingung dengan diriku sendiri. Mengapa diriku seakan semakin dekat dengan agama Islam, padahal aku sendiri bukan seorang muslim. Malam – malamku semakin indah rasanya, ketika ku memikirkan tentang agama itu. Semuanya.. ya semuanya.. dari agamanya, penganutnya, dan juga yang membawa agama itu, Muhammad namanya.
Sosok yang kini ku yakini paling perfect di dunia ini, hal ini ku ketahui dari buku–buku yang aku baca dari perpustakaan sekolah juga dari kawan – kawanku yang kebanyakan anak aktifis rohis sekolah. Walaupun kami berbeda agama, tapi mereka sangat baik dan akrab denganku serta tidak pernah memaksaku untuk mengikuti keyakinan mereka.
Ingin rasanya diriku seperti mereka, setiap saat bisa beribadah kepada Tuhan-Nya, tidak seperti aku dan bunda, yang hanya seminggu sekali itupun masih bolong – bolong. Resah yang mendera kian kian terasa, mengusik jiwaku dan memupuskan percaya diriku, hidup ku kini serasa tak pasti, di antara dua pilihan yang belumku mengerti.
“ Amel… Amel.. buka pintunya sayang..” terdengar ayah memanggilku dari luar kamarku.
Setelah kubuka pintu dan aku persilahkan, ayah pun masuk. “ Amel kamu kenapa sayang, kenapa akhir – akhir ini ayah liat kamu seperti sedang dilanda masalah yang amat berat ya ?” tanyanya sambil meletakkan sebuah kitab suci barunya itu yang lebih dikenal dengan nama Alquran di atas meja kamarku.
Bathinku tersentak seketika, ingin rasanya ku curahkan semuanya pada ayah. Tapi tak tahu kenapa tiba – tiba bibirku ini kaku, dan berat bagiku untuk mengatakannya. Aku hanya bisa menangis sambil menatap ayah.
Ayah yang menyadari akan keadaanku akhirnya memohon pamit,
” Sudah.. kalau kau tidak bisa jawab sekarang, nanti saja. Sekarang kau istirahat dulu ya “ pintanya sambil keluar. Sementara aku lagi – lagi hanya bisa terdiam sambil ditemani bantal dan boneka kesayanganku.
“ Bunda.. andai ku dapat menjemputmu di surga sana, dan ingin rasanya ku curahkan jeritan bathinku padamu.. bunda..aku rindu padamu..” jerit qalbuku.
Kulirik ke sekitarku, dan mataku tertuju kepada sebuah buku yang di bawa oleh ayahku tadi. Yah.. ternyata buku itu ada artinya. Kubaca lembaran demi lembaran, dan aku seakan tak percaya. Makin lama kubaca semakin asyik dan damai rasa hatiku. Semua yang kubaca ternyata dapat diterima oleh naluriku.
Kini aku baru sadar, ternyata kakak yang aku kenal di sekolah itu. Adem rasanya bila aku melihatnya, ternyata mereka mengamalkan ajarannya dengan baik. Aku lalu tutup kitab yang berada ditanganku, dan tiba – tiba badanku menggigil dan butiran – butiran bening terus mengalir tanpa dapat ku hadang, aku merasakan rindu yang teramat sangat, walau ku tak tahu harus ku alamatkan pada siapa rasa rinduku.
24 september 2004
Ry.....
Kicauan burung yang damai serta udara yang segar, kembali menemaniku di ruang kecil berukuran 3 X 4 meter bercat putih ini. Ku melirik kearah kalender mungil yang tepat berada di samping ranjang tidurku.. satu, dua,… tujuh, yah..ini adalah hari ketujuhku atau seminggu sudah kulalui dengan jarum infuse yang terpasang di tanganku.
“ Kelelahan dan panas tinggi “ itulah jawaban yang di berikan oleh Dr.Ari ketika ku tanya tentang penyakitku. Aku tak puas akan jawaban itu, tapi aku tetap menerimanya, walau ku yakin sebenarnya ia pun tak tahu akan penyakitku ini
“ Suster Rima.. “ panggilku pelan. Suster yang berkerudung besar namun rapi itu pun menoleh padaku
“ Ya.. ada apa sayang..? ada yang bisa suster, bantu ?“ tanyanya.
“ Suster orang islam yang taatkan..?” tanyaku ragu – ragu. “ ehm… maksudmu?“ tanyanya sambil mengkerutkan dahi.
“ Sus.. tolong ceritakan padaku.. tentang tuhan, dan agamamu, sus..? “ pintaku perlahan tapi pasti. Setelah terdiam sejenak dan memahami maksudku, ia pun menceritakan semuanya.
Akhir ceritanya ia pun mengatakan “ Pokoknya.. apapun yang kami lakukan, asalkan demi Allah, ikhlas dan tentunya yang baik – baik. Insya Allah akan bernilai ibadah, jadi kapanpun, dan di manapun kami bisa beribadah pada-Nya. Oke dek.. suster pamit dulu ya, karena masih banyak tugas lain.“ pintanya sambil berlalu meninggalkanku sendirian.
Gejolak hatiku semakin bertambah, dan pikiranku pun melayang – layang tak tentu arah dan tujuan. Tiba – tiba.. ahk..mengapa badanku menjadi dingin begini, dan mengapa aku dapat melihat diriku sendiri. Mengapa wajahku pucat sekali, ku arahkan penglihatan ke sekelilingku, dan.. ayah.. ya. Itu ayahku.. mengapa ia menangis. Mengapa mereka menangis.. apakah aku sudah….
“ Dimana aku.. mengapa tempat ini sangat asing bagiku.. dan wow.. tempat apa ini, mengapa ia begitu indah. Tak pernah rasanya seumur hidupku melihat tempat sebagus ini. Aku hanya bisa terdiam, sambil memandangi indahnya alam di hadapanku, apakah ini yang dinamakan surga. Seperti yang pernah di ceritakan oleh suster rima tadi ?” bisik bathinku.
Ingin rasanya ku memasukinya, tapi sosok itu melarangku. Sosok yang ramah dan baik itu melarangku dengan keras, ia pun mengatakan
“ Maaf.. di sini bukan tempat anda, karena anda bukan golongan yang di janjikan untuk mendapatkannya “ aku pun hanya bisa menangis di hadapannya.
Keheranan dan ketakjubanku pun seakan tak pernah habis, tapi tiba – tiba..
”ahk.. apa ini, tempat apaan ini, mengapa ia begitu panas dan sangat hina. Apakah ini yang di sebut neraka. Tolong.. sesosok yang sangat menakutkan lagi kasar itu pun mencoba menarikku ke dalamnya, lepaskan.. lepaskan… tolong.. tolong..lepaskan aku ”jeritku.
“ Alhamdulillah “ terdengar suara yang sangat kuhafal, ya.. itu adalah suara ayahku. Kubukakan mataku perlahan - lahan, “ syukurlah.. akhirnya kau siuman, anakku “ terdengar suara ayah sambil mencium tanganku.
“ Dimana aku ayah.. ? ada apa denganku ?“ tanyaku pelan. “ Kau di ruang ICU sayang, sekarang istirahlah dulu, nanti ayah ceritakan.“jawabnya

30 september 2004

Diary yang manis..
Mengapa kau diam saja. Apakah kau tak mendengar suara itu. “ Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. “ terdengar suara azan dari mesjid raya yang tak jauh dari rumah sakit di mana aku di rawat. Suara yang selalu ku rindukan ketika malam gelap gulita, dan yang menenteramkanku ketika sang surya tenggelam.
Aku kini sudah sembuh., kata dokter besok aku sudah bisa pulang ke rumah. Namun ayah memintaku untuk tetap di rumah sakit, dan lusa baru boleh pulang.
“ Sadaqallahul ‘adzim “ ucap ayahku selesai membaca quran miliknya.
“ Ayah.. aku ingin meminta sesuatu ayah. Bolehkan ?” bisikku padanya.
“ Ehm.. kau mau meminta apa, sayang ? katakanlah.. “ jawabnya.
Perlahan – lahan namun pasti ku coba merangkai kata – kata untuk ku ucapkan padanya, dan dengan menarik napas panjang
“ Ayah.. aku ingin…” bibirku bergetar hebat.
“ ingin apa ? katakan saja. Nanti biar ayah belikan “ jawabnya.
“ Tidak ayah.. aku tidak ingin itu…Aku hanya ingin.. “ aku pun kembali diam, sementara ayah hanya diam sambil menunggu kata – kata dariku
” Aku ingin… sepertimu, ayah ! aku ingin memeluk agamamu ayah“ lanjutku dan lega rasanya.
“ Apa..apakah ayah tidak salah mendengar. Kau tidak mengigaukan ?” tanya ayah dengan mata berkaca – kaca dan memastikan kondidiku.
“ Ya.. ayah.. aku ingin sepertimu ayah, aku ingin menjadi muslim sepertimu.., ayah maukan membantuku “ pintaku. Sambil memeluk erat tubuhku ayah pun berkata “ Alhamdulillah.. tentu saja sayang. Ayah akan membantumu. “ dan tanpa tearsa butiran – butiran bening terus mengalir dari sudut mataku.

6 oktober 2004

Huaamm…..
Mentari pagi masih berselimut awan malam, burung – burung kecil masih asyik tidur di rumahnya masing – masing, embun pagi masih membasahi dedaunan hijau.tetapi tidak begitu halnya denganku, aku telah terjaga dari tidurku yang paling tenang ku rasakan sejak beberapa hari yang lalu. Ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi di samping kamar tidurku.
Selesai mandi dan berpakaian rapi, aku pun mulai mencoba – coba mengenakan jilbab yang di hadiahi oleh kak Jannatul untukku kemarin. Jilbab berwarna putih polos itu, ku kenakan di depan cermin besar lemariku.
Walau agak susah waktu mengenakannya, akhirnya berhasil juga. Wah.. ternyata aku tampak lebih anggun dan bersahaja jika memakai jilbab daripada menampakkan rambutku, yang dulu sangat ku bangga – banggakan dan seringku pamerkan di hadapan kawan – kawanku ketika SMP dulu. Aku merasa lebih nyaman dengan pakaian yang menutup aurat ini.
“ Ayah.. bangun ayah. Salat subuh dulu “ panggilku seraya mengetuk pintu kamar ayahku.
“ Ayah sudah salat , sayang..” jawabnya sambil membuka pintu kamarnya
“ Wah.. siap ini ? kamu manusia atau bidadari ? mengapa cantik sekali anak ayah? kamu sudah yakinkan pada… ? ” pujian ayah sambil bercanda dan aku pun langsung memotong perkataannya
“ Ayah meragukanku”. jawabku. ( tolong ayah jangan ragukan aku, please..! pintaku dalam hati )
Hari ini adalah hari jumat, dan ternyata niatku untuk masuk islam ternyata sudah menyebar keseluruh pelosok sekolah. Hari ini sekolahku, mempercepat jadwal pulang sekolah. Karena ada acara, yang bisa ku katakana acara untukku. Aku melihat dari kejauhan, tampak para aktivis dakwah sekolahku, atau anak – anak rohis mereka telah berkumpul semua di mushalla.
“ Ingin melihat aku bersyahadat “ begitu kata Siti temanku yang kebetulan juga anak rohis.
Kulangkahkan kakiku menuju mushala itu di dampingi ayah, guru agama di sekolahku, dan beberapa dewan guru, serta kepala sekolah. Setelah mendengarkan sedikit nasehat dari pak kepsek, dan juga dari guru agama serta sambutan dari ayah. Acara pengucapan syahadat olehku pun di lakukan.
Terbata – bata namun pasti aku pun berkata
“ Teman – teman dan guru – guru yang Amel banggakan, mulai hari ini amel menyatakan bahwa amel sekarang menjadi saudara – saudara kalian yang nantinya akan seiman dan seagama dengan kalian.” kataku.
“ Bismillahirrahman.nirrahim.. Asyhadualla ilaha ilallah wa asyhaduanna Muhammadur rasulullah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad adalah utusan Allah “ ucapku dengan mantap.
“ Allahu Akbar..” terdengar teriakan histeris dari ketua rohis yang di sambut teriakan serupa dari para anggota rohis yang lainnya. Dan tanpa terasa butiran – butiran bening dari sudut mataku terus mengalir deras tanpa bisa ku bendung lagi.
Mulai hari ini namaku di ubah dari Pretty Amelia menjadi Rizki Amalia.dan panggillah aku dengan sebutan ukhti lia, karena kini aku sudah resmi menjadi anggota rohis di sekolah.
---((( Sekian )))---


Rohis singkatan dari rohani islam ( organisasi dakwah di sekolah – sekolah )
Kopiah = peci
Telkoum = mukena
Meunasah = mushalla, surau
Gampong = kampung
Rethorika = pidato, ceramah
Syahadat = ikrar, sumpah, persaksian





Oleh :
FARID “ @yid “ RIZKI
1 Desember 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar